Mengapa Keluarga Saud Menguasai Makkah — dan Apa Misi Awal Mereka?

Laporan investigasi — dirangkum dari kajian sejarah dan sumber akademik kredibel

Detikpos.id Penguasaan Makkah oleh keluarga Saud (House of Saud) bukanlah peristiwa tunggal, melainkan puncak dari proses politik-religius selama hampir dua abad. Di bawah ini kami merangkum secara ringkas dan jelas faktor-faktor historis, politik, dan ideologis yang menjelaskan bagaimana keluarga Saud berakhir sebagai penguasa kota suci umat Islam dan apa misi awal yang menggerakkan mereka.


1. Akar: Pakta Diriyah (1744) — Aliansi Politik-Religius

Inti dari kebangkitan politik keluarga Saud bermula dari pakta antara pemimpin politik Najd, Muhammad bin Saud, dan ulama reformis Muhammad bin Abd al-Wahhab pada 1744. Aliansi ini menyatukan legitimasi politik (rumah Saud) dengan legitimasi religius (gerakan Wahhabi/Salafi): Saud menyediakan perlindungan dan kekuatan militer; gerakan Wahhabi memberikan doktrin ideologis dan mobilisasi sosial. Hasilnya bukan sekadar gerakan keagamaan — melainkan basis negara pertama Saudi (Emirate of Diriyah) dan pola pewarisan kekuasaan yang mengikat agama dan negara.

Implikasi: basis legitimasi keluarga Saud sejak awal bukan hanya keturunan dan kekuatan senjata, melainkan klaim tugas moral-religius: memurnikan praktek Islam menurut interpretasi mereka dan menegakkan tata sosial yang sesuai.


2. Misi Awal: Reformasi Agama + Ekspansi Politik

Misi awal aliansi ini dua target utama:

  • Religius: memberantas praktik-praktik yang dianggap bid’ah, syirik, atau berlebihan dalam pemujaan — mempromosikan kembali apa yang mereka sebut “tauhid murni”.
  • Politik/Keamanan: memperluas wilayah kendali politik untuk menerapkan proyek religius itu secara institusional — melalui dakwah, koalisi suku, dan, bila perlu, kekuatan militer.

Dengan kata lain, misi mereka bersifat konvergen: agama menjadi sumber legitimasi untuk ekspansi; ekspansi memperluas pengaruh agama.

(Sumber sejarah menunjukkan jelas hubungan ini sejak pendirian negara Saudi pertama).


3. Dari Najd ke Hejaz: Mengapa Makkah Menjadi Target Strategis

Makkah dan Madinah bukan saja kota suci — mereka juga pusat ritual (haji) yang menghubungkan umat Muslim dunia. Menguasai Hejaz (wilayah pantai barat yang memayungi Makkah dan Madinah) berarti memiliki:

  • Legitimasi simbolik besar (mengurus dua masjid suci), dan
  • Pengaruh internasional atas umat Muslim melalui pengaturan haji dan pengelolaan situs-situs suci.

Oleh karena itu, setelah bangkit dan bertahan melalui beberapa kekhalifahan dan masa konflik internal/eksternal, generasi baru Saud (Abdulaziz Ibn Saud) menjadikan Hejaz sebagai target strategis pada awal abad ke-20 untuk menyatukan wilayah-wilayah Arab dan menguatkan klaim kepemimpinan Islam mereka.


4. 1924–1925: Penaklukan Hejaz — Titik Balik Kontrol atas Makkah

Kampanye militer Abdulaziz Ibn Saud (dikenal juga sebagai Ibn Saud) terhadap Kerajaan Hashemite di Hejaz berlangsung 1924–1925. Serangkaian kemenangan — termasuk pengepungan dan jatuhnya Jeddah pada Desember 1925 — mengakhiri penguasaan Hashemite atas tempat-tempat suci dan memasukkan Hejaz ke dalam domain Saudi. Setelah itu Abdulaziz dinobatkan sebagai Raja Hejaz (1926) dan kemudian menyatukan Nejd dan Hejaz menjadi pangkal pembentukan Kerajaan Saudi Arabia modern. Penguasaan ini mengubah kontrol administratif dan ritual atas Haji dan situs suci.

Catatan penting: proses ini juga dibantu oleh faktor geopolitik — kebijakan kekuatan kolonial (mis. sikap Inggris terhadap Hashemite pasca-Pertama Dunia) serta dinamika lokal seperti peran pasukan Ikhwan (mujahidin Najd yang membantu ekspansi).


5. Gelar “Custodian of the Two Holy Mosques” — Dari Legitimasi Simbolik ke Politik Negara

Setelah penguasaan atas Hejaz, penguasa Saudi pada abad ke-20 semakin menegaskan klaim mereka atas tanggung jawab penjagaan Masjidil Haram (Makkah) dan Masjid Nabawi (Madinah). Gelar resmi kerajaan “Custodian of the Two Holy Mosques” menjadi klaim formal dan simbolis yang kuat — menempatkan raja Saudi bukan sekadar sebagai penguasa negara, tetapi sebagai pemangku tugas ritual dan pelindung situs-situs yang memiliki arti global bagi umat Islam. Gelar ini memperkuat legitimasi domestik dan internasional meskipun tidak membuat Saudi sebagai pemimpin agama tunggal bagi semua Muslim.


6. Motivasi Praktis: Keamanan Rezim, Ekonomi, dan Pengaruh Global

Menguasai Makkah/Madinah memberikan sejumlah kepentingan praktis bagi negara:

  • Keamanan rezim: kehilangan kendali atas dua kota suci bisa melemahkan legitimasi politik internal. Sebaliknya, pengelolaan haji dan ziarah memperkuat dukungan domestik dan citra rezim.
  • Sumber pendapatan dan pengaruh: haji dan layanan terkait memberi pendapatan serta jejaring diplomatik yang luas. Dokumen akademik menunjukkan bahwa “stewardship” atas situs suci juga menjadi instrumen politik ekonomi dan simbolis dalam kebijakan Saudi modern.

7. Kompleksitas Legitimasi: Agama, Sejarah, dan Politik Internasional

Walau Saud menguasai Makkah, legitimasi mereka tetap sering dipertanyakan di berbagai kalangan Muslim: beberapa melihat kekuasaan mereka sebagai pewarisan logis (stewardship dan modernisasi fasilitas haji), sementara yang lain mengkritik basis ideologis (interpretasi Wahhabi) atau kebijakan politik domestik/luar negeri. Penguasaan atas Makkah memberi Saud pengaruh besar, tetapi juga tanggung jawab dan eksposur terhadap kritik (baik agama maupun politik).


Simpulan — Ringkas dan Padat

  • Bagaimana: Keluarga Saud menguasai Makkah melalui proses historis yang bermula dari pakta Diriyah (1744) yang menyatukan kekuasaan politik dan gerakan religius, diikuti konsolidasi wilayah oleh keturunan Abdulaziz Ibn Saud—termasuk penaklukan Hejaz (1924–25) yang secara langsung menyerahkan pengelolaan Makkah pada Saudi.
  • Misi awal: menggabungkan reformasi agama (purifikasi ritual/ajaran Islam menurut aliran mereka) dengan pembangunan negara; dalam praktiknya misi ini berarti memperluas otoritas untuk menerapkan doktrin itu secara institusional.
  • Mengapa Makkah penting bagi mereka: simbol agama (legitimasi), kontrol ritual (haji), manfaat politik-ekonomi, dan keamanan rezim. Penggunaan gelar “Custodian of the Two Holy Mosques” menegaskan klaim itu secara resmi.

Sumber-sumber Utama (pilihan untuk bacaan lebih lanjut)

  • Ringkasan sejarah pakta Diriyah dan negara Saudi pertama.
  • Catatan dan kronik tentang penaklukan Hejaz (1924–1925).
  • Kajian akademik mengenai peran stewardship Mecca dalam politik modern Saudi.
  • Analisis geopolitik dan peran Inggris serta faktor regional dalam runtuhnya kekuasaan Hashemite di Hejaz.
  • Sejarah penggunaan gelar “Custodian of the Two Holy Mosques.”(Redaksi detikpos.id)
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments