Investigasi: Minim Pengawasan, Praktik Teror Penagihan Pinjol Nakal Masih Marak

Gambar Ilustrasi

Nasional, Polri, Sosial80 Dilihat

Medan — detikpos.id

Hasil investigasi yang dilakukan tim redaksi menemukan bahwa praktik penagihan pinjaman online (pinjol) di Indonesia masih jauh dari kata tertib. Meskipun banyak yang mengaku berizin dan diawasi OJK, kenyataannya di lapangan masih terdapat pola penagihan dengan cara-cara intimidatif, ancaman, kata-kata kasar, hingga teror psikologis kepada nasabah maupun keluarga dan rekan kerja mereka.

Modus yang terungkap menunjukkan adanya oknum penagih (debt collector) yang menggunakan nomor telepon tidak jelas identitasnya, bahkan tidak mengatasnamakan perusahaan pinjol di awal komunikasi. Para penagih ini biasanya melakukan ancaman dan tekanan terlebih dahulu. Baru setelah itu, akan muncul penagih berikutnya yang lebih sopan dan mulai menyebutkan nama aplikasi pinjaman tersebut.

Polanya diduga bukan kebetulan, melainkan sudah menjadi strategi agar ketika nasabah melakukan pengaduan ke OJK atau ke kepolisian, bukti ancaman itu tidak dapat dikaitkan langsung dengan perusahaan pinjol terkait. Karena dalam rekaman percakapan maupun tangkapan layar ancaman, nama perusahaan pinjol tidak disebutkan.

“Masalahnya, ketika nasabah mau melapor, OJK minta bukti yang menunjukkan bahwa ancaman itu datang dari pihak pinjol. Sementara penagih awal tidak pernah menyebut merk. Jadi laporannya sulit diterima,” ujar salah satu narasumber yang diwawancarai tim detikpos.id.

Situasi ini membuat banyak korban tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai, sekaligus memberi ruang bagi pinjol nakal untuk terus beroperasi tanpa konsekuensi berarti.


Indikasi Pembiaran?

Hingga saat ini, praktik pinjol ilegal maupun pinjol berizin yang menerapkan cara penagihan ala preman masih belum sepenuhnya diberantas. Kondisi ini memunculkan dugaan adanya pihak-pihak yang berkepentingan dan ikut bermain dalam bisnis tersebut.

Bunga pinjaman yang tinggi, denda yang berkembang berlipat ganda, hingga pelecehan verbal dalam penagihan, menjadi bukti bahwa praktik rentenir modern ini masih terjadi secara terang-terangan di tengah lemahnya sistem pengawasan.

“Kalau pembiaran ini terus dibiarkan, berarti ada pihak yang menikmati manfaatnya. Sementara rakyat yang menjadi korban,” ujar salah seorang pemerhati perlindungan konsumen.


Harapan untuk Pemerintah dan Aparat

Tim investigasi mendesak pemerintah, aparat penegak hukum, dan OJK untuk:

  • Meninjau ulang sistem penerimaan laporan terkait penagihan pinjol.
  • Menerapkan pengawasan lebih ketat terhadap aktivitas penagihan.
  • Menertibkan perusahaan pinjol yang masih melakukan intimidasi.
  • Membuka kanal laporan khusus tanpa syarat bukti penyebutan merek penagihan.

Masyarakat berharap praktik-praktik ilegal dan meresahkan ini tidak lagi dibiarkan menjadi lingkaran teror ekonomi yang merugikan warga.


Tim Redaksi detikpos.id
Editor: S. Edy


 

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments