detikpos.id | Jakarta. Kasus dugaan pengemplang pajak takkan bisa lari dari kejaran para aparat hukum. Karena Ditjen Pajak memiliki mekanisme dan sistem untuk mendeteksi para penunggak pajak yang nakal. Dengan kata lain, penunggak dan pengemplang pajak yang nakal dan tak punya itikad baik ini, cepat atau lambat pasti akan tertangkap.
“Sistem baik itu melalui pemeriksaan, bukti permulaan, maupun penyidikan,” kata Anggota Komisi XI DPR, Muhammad Misbakhun kepada wartawan di Jakarta, Selasa (31/8/2021).
Menurutnya, penunggak dan pengemplang pajak yang nakal dan tak punya itikad baik ini, cepat atau lambat pasti akan tertangkap. Diakui Misbakhun, dimana-mana memang ada pembayar pajak yang tidak patuh alias pengemplang, namun jumlahnya sangat kecil ketimbang pembayar pajak yang patuh dan tertib.
“Mereka yang nakal, alias mengemplang, memang ada niat jahat, tidak patuh aturan dan melakukan upaya-upaya yang illegal,” terang Politisi Golkar ini.
Saat disinggung soal Ditjen Pajak yang diduga sudah menyurati Imigrasi untuk mencekal inisial HBK, Bos PT.PER terkait tunggakan pajak sekitar Rp83 Miliar, menurut Misbakhun, artinya ada kewajiban yang harus dilaksanakan.
“Penunggak ataupun pengemplang pajak yang belum melunasi utangnya tetap harus membayar,” tegasnya lagi.
Namun, lanjutnya, penerimaan negara dari sektor pajak ini lebih banyak ditopang oleh pembayar pajak yang tertib dan ingin memenuhi kewajiban kepada negara. “Artinya, pembayar pajak yang patuh perlu diapresiasi.”ujarnya.
Dirinya juga meminta agar aparat penegak hukum mengusut kasus dugaan pengelapan pajak puluhan miliar, yang dilakukan oleh HBK, bos pemilik Group Permata Energy Resources.
Senada, pengamat kebijakan publik, Adib Miftahul, kepada wartawan juga mengatakan bahwa, HBK merupakan terpidana dengan banyaknya kasus yang melilitnya. Tetapi, seolah sampai saat ini, HBK dikenal licin susah tersentuh oleh hukum. Diantaranya kasus penipuan yang telah divonis pidana kurungan penjara selama 4 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 9 Juli 2021 lalu. Dimana kasus hukum ini adalah kasus penipuan kepada Old Peak Finance Limited (OPFL) dengan nilai kurang lebih sebesar Rp500 Milyar.
“Berdasarkan informasi yang kita terima, diketahui dugaan penipuan itu dilakukan pada September 2011 sampai Februari 2012 lalu. Perbuatan terdakwa berawal pada 2011, ketika OPFL diminta untuk memberikan pinjaman dengan menggunakan proposal bank swasta,”ujar Dosen Fisip ini.
Kemudian tambah Adib, HBK menjanjikan uang korban akan dikembalikan segera setelah pinjaman bank swasta itu cair. Namun, ketika pinjaman bank sudah cair, ternyata HBK belum mengembalikan kepada korban. Hal ini diketahui belakangan oleh Direktur OPFL, Putra Masagung, serta saksi Angela Basiroen dan Lenny Thamrin.
Bukan hanya berhenti dikasus diatas, HBK juga disinyalir melakukan dugaan tindak pidana perpajakan dengan tidak menyetorkan pajak dari usaha yang dijalaninya dengan nilai pajak yang “dikemplang” berkisar puluhan milyar rupiah.
“Negara sudah memberikan instrumen baik bagi pengusaha yang taat, tetapi pengusaha nakal harus ditindak tegas. Ini merusak iklim investasi. Aparat penegak hukum harus pakai cara extraordinary. Kejar asetnya dan dijerat tindak pidana pencucian Uang ( TPPU) kalau terbukti ,karena adanya dugaan kerugian negara,” ujarnya.
Adib menambahkan, dari berbagai kasus yang melibatkan HBK yang telah diputus pengadilan maupun MA tersebut, dimungkinkan akan ada kasus-kasus perdata maupun pidana lainnya yang melibatkan dirinya atas tuntutan berbagai pihak yang merasa dirugikan, diantara perkara kredit macet yang mengarah pada dugaan pembobolan bank, disalah satu bank besar di Indonesia.
Berdasarkan investigasi HBK yang juga menjadi Direktur Utama PT.PER diduga mengemplang pajak sebesar Rp83.065.591.515 hingga 2017.
Berdasarkan surat Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan KPP Pratama, Setiabudi Satu, tanggal 4 Mei 2018, bernomor: S-10550/WPJ.04/KP.01/2018, perihal Permintaan Pencehan Bepergian Ke Luar Negeri Kepada Menteri Keuangan.
Surat tersebut ditandatangani, Kepala Kantor KPP Pratama, Setiabudi, Endang Sri Martuti.
Namun hingga berita ini diturunkan, wartawan belum dapat menghubungi Humas PT.PER.
Ditempat terpisah, wartawan yang mengonfirmasi soal pencekalan HBK terkait tunggakan pajak sekitar Rp83 Miliar kepada Dirjen Pajak, Suryo Utomo belum mendapat respon. Bahkan wartawan mencoba beberapa kali mengontak telepon seluler milik Suryo Utomo, namun tak diangkat.
Sementara itu wartawan menelusuri Kuasa Hukum HBK, Indra Ikhsan Novtrian, namun belum mendapatkan akses.
Bahkan dari investigasi wartawan, Desy yang merupakan staf Indra Ikhsan saat dikonfirmasi soal Indra Ikhsan Novtrian yang menjadi kuasa hukum HBK, hingga saat berita diturunkan belum memberikan respon terkait hal tersebut.
FJT.