Jakarta – detikpos.id
Dugaan pemberian diskon besar oleh PT Pertamina kepada grup Adaro melalui kontrak pasokan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar memicu perhatian publik. Kasus ini kini tengah menjadi sorotan penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mendalami potensi kerugian negara dalam tata kelola minyak dan produk kilang Pertamina periode 2018–2023.
Diskon Tak Biasa, Nilai Kontrak Fantastis
Sejumlah laporan menyebutkan, sejak Mei 2015 Adaro melalui entitas anaknya menandatangani kontrak pasokan solar dengan Pertamina bernilai sekitar Rp7 triliun per tahun. Volume solar yang dikucurkan mencapai 500–600 ribu kiloliter per tahun.
Yang menimbulkan tanda tanya, Adaro diduga menikmati diskon harga solar sebesar 45–55 persen. Angka ini jauh di atas standar diskon umum pembelian besar, yang biasanya hanya sekitar 22–23 persen. Perbedaan signifikan inilah yang memicu dugaan adanya perlakuan istimewa yang berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Klarifikasi dari Pihak Adaro
Manajemen Adaro membantah telah menerima subsidi resmi BBM dari pemerintah. Dalam keterangan resminya, perusahaan menegaskan bahwa kontrak pembelian solar dilakukan oleh anak usaha melalui mekanisme tender kompetitif.
Harga solar yang diterima disebut berpatokan pada acuan internasional Mean of Platts Singapore (MOPS) ditambah margin sesuai aturan. “Kami mendukung proses hukum yang sedang berjalan dan menghormati upaya penegakan hukum Kejaksaan Agung,” ujar perwakilan Adaro.
Sorotan Penyidik Kejagung
Kejagung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) terus memanggil saksi dari berbagai pihak. Beberapa direktur Adaro, termasuk Direktur Keuangan PT Adaro Minerals Tbk, telah diperiksa terkait kontrak solar dengan Pertamina.
Kejagung juga mengumumkan bahwa estimasi kerugian negara akibat tata kelola minyak mentah dan produk kilang mencapai Rp285 triliun. Angka fantastis ini mencakup kerugian keuangan dan kerugian perekonomian negara. Dugaan diskon solar ke Adaro menjadi salah satu bagian yang ikut ditelusuri dalam penyidikan besar ini.
Status Hukum Masih Saksi
Hingga saat ini, pihak Adaro masih berstatus saksi. Belum ada pengumuman resmi penetapan tersangka terhadap manajemen perusahaan. Meski demikian, penyidikan terus berlanjut dan sejumlah pejabat Pertamina serta pihak lain telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.
Publik Menanti Transparansi
Kasus ini menyita perhatian publik karena menyangkut sektor energi strategis dan potensi kerugian negara yang amat besar. Transparansi proses hukum dan keterbukaan informasi menjadi hal penting agar masyarakat memperoleh gambaran jelas mengenai duduk perkara.
Catatan Redaksi:
Tulisan ini berdasarkan keterangan resmi Kejaksaan Agung, klarifikasi dari Adaro, serta pemberitaan sejumlah media kredibel. Redaksi menjunjung asas praduga tak bersalah, sesuai amanat UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik.
(Editor : AR)