Jakarta, detikpos.id – Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023 yang menyeret nama pengusaha migas Mohammad Riza Chalid terus menjadi sorotan publik. Kejaksaan Agung (Kejagung) memperkirakan kerugian negara akibat praktik ini mencapai Rp285 triliun, menjadikannya salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.
Berikut rangkuman perjalanan kasus Riza Chalid sejak awal penyelidikan hingga statusnya kini sebagai buronan Kejagung:
Awal Penyelidikan: Pertamina dan Tata Kelola Migas
Penyelidikan kasus ini bermula pada akhir 2023, ketika Kejagung mengendus adanya dugaan penyimpangan dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan PT Pertamina dan sejumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Nama Mohammad Riza Chalid, yang dikenal luas sebagai pengusaha migas, muncul dalam penyidikan karena posisinya sebagai beneficial owner dari PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak (OTM).
Februari 2025: Resmi Jadi Tersangka
Pada Februari 2025, Kejagung menetapkan Riza Chalid sebagai tersangka korupsi. Tidak hanya itu, ia juga dijerat dengan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga berasal dari hasil korupsi migas.
Penetapan ini menjadi titik balik penting, karena Riza Chalid sebelumnya dikenal sebagai sosok kuat di bisnis migas Indonesia.
Penggeledahan dan Penyitaan Aset
Pasca penetapan tersangka, Kejagung bergerak cepat melakukan penggeledahan. Dari rumah pribadi Riza Chalid, penyidik menyita:
- Uang tunai sekitar Rp833 juta dan USD 1.500,
- 89 bundel dokumen terkait administrasi dan kontrak,
- Serta sejumlah barang elektronik.
Tidak berhenti di situ, penggeledahan di kantor PT Orbit Terminal Merak juga menghasilkan 95 bundel dokumen perusahaan. Selain dokumen, Kejagung turut menyita lima mobil mewah yang diduga milik Riza sebagai bagian dari penelusuran aset.
Mangkir dari Pemeriksaan
Sejak statusnya ditetapkan, Riza Chalid berulang kali dipanggil untuk diperiksa. Namun, ia tidak pernah hadir. Diduga, ia berada di luar negeri, tepatnya di Singapura. Kondisi ini membuat Kejagung kesulitan menghadirkan Riza dalam proses penyidikan.
Pencekalan dan Status Buron
Pada Juli 2025, Kejagung menerbitkan pencekalan terhadap Riza Chalid untuk mencegahnya bepergian lebih jauh. Langkah berikutnya adalah mengajukan Red Notice ke Interpol agar keberadaannya dapat dilacak secara internasional.
Puncaknya, pada 19 Agustus 2025, Kejagung secara resmi menetapkan Riza Chalid masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) karena mangkir dari panggilan pemeriksaan.
Kerugian Negara Fantastis
Dari hasil perhitungan sementara, kerugian negara akibat dugaan korupsi ini ditaksir mencapai Rp285 triliun. Angka tersebut menjadikan kasus Riza Chalid sebagai salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah hukum Indonesia, sebanding dengan sejumlah skandal besar yang pernah terjadi di sektor keuangan maupun sumber daya alam.
Klarifikasi dari Pihak Riza Chalid
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak keluarga maupun kuasa hukum Riza Chalid mengenai tuduhan yang disampaikan Kejagung. Sejumlah media melaporkan bahwa setiap kali Kejagung melayangkan panggilan pemeriksaan, pihak penyidik tidak pernah menerima konfirmasi baik dari Riza sendiri, keluarganya, maupun penasihat hukumnya terkait alasan ketidakhadiran.
Sementara itu, beberapa pihak yang merasa namanya dicatut dalam kasus ini, seperti tokoh nasional Hashim S. Djojohadikusumo, sudah menyampaikan bantahan dan menegaskan tidak terlibat. Namun bantahan itu tidak berasal dari pihak Riza Chalid sendiri.
Perkembangan Terbaru
Hingga September 2025, Kejagung menegaskan proses hukum tetap berjalan meskipun Riza Chalid masih buron. Penyidikan kini juga menyasar pihak-pihak lain yang diduga terlibat, termasuk pejabat Pertamina dan KKKS.
Sementara itu, Kementerian Hukum menyatakan belum menerima permintaan resmi terkait ekstradisi, sehingga proses hukum lintas negara masih menunggu langkah konkret dari Kejagung.
Catatan Redaksi
Detikpos.id menyajikan laporan ini berdasarkan sumber resmi Kejaksaan Agung, pemberitaan media kredibel, dan dokumen hukum yang sahih. Hak jawab dan klarifikasi dari pihak Mohammad Riza Chalid maupun kuasa hukumnya tetap terbuka sesuai amanat Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999. (Red)
Editor : AR