Mengapa Uang Sangat Dihormati di Indonesia, Bahkan Koruptor Masih Dipuja?

Nasional, Sosial201 Dilihat

Oleh Tim Redaksi Detikpos.id

Jakarta — Di Indonesia, uang sering kali menempati posisi yang nyaris sakral. Ia bukan sekadar alat tukar, melainkan simbol keberhasilan, kebebasan, bahkan ukuran moralitas seseorang. Fenomena ini sejalan dengan gagasan sosiolog dan filsuf Jerman, Georg Simmel, yang lebih dari seabad lalu telah memperingatkan bahwa “manusia modern akan menjadikan uang bukan lagi sebagai alat, tetapi sebagai tujuan hidup itu sendiri.”

Dalam The Philosophy of Money, Simmel menjelaskan bahwa uang membuat semua hal bisa diukur dan dibandingkan secara kuantitatif. Nilai moral, kehormatan, bahkan cinta — semua bisa tereduksi ke angka rupiah. Akibatnya, masyarakat menjadi terobsesi pada kekayaan sebagai tolok ukur nilai diri dan status sosial.

Uang Sebagai Simbol Naik Kelas

Bagi banyak orang Indonesia, terutama di era pasca-reformasi dan globalisasi, uang identik dengan kebebasan dan prestise. Memiliki uang berarti bisa lepas dari ketergantungan, tradisi lama, bahkan kemiskinan struktural. Tak heran, banyak yang memuja uang bukan hanya karena fungsinya, tetapi karena makna simboliknya — ia dianggap kunci menuju pengakuan sosial.

Namun di sisi lain, pandangan ini menimbulkan paradoks: ketika uang menjadi pusat nilai, moralitas dan integritas kerap dikalahkan oleh gengsi dan kemewahan. Fenomena ini tampak jelas pada budaya publik Indonesia, di mana sosok kaya — bahkan jika kekayaannya diperoleh secara tidak etis — sering kali tetap dihormati dan dipuja.

Mengapa Koruptor Masih Dipuja?

Pertanyaan klasik muncul: jika masyarakat tahu seseorang korup, mengapa masih ada yang mengagumi atau mendukungnya?

Dalam kacamata Simmel, jawabannya terletak pada “fetisisme uang” — yaitu kondisi ketika uang bukan lagi sekadar alat, tetapi menjadi objek pemujaan itu sendiri. Uang memberi ilusi kekuasaan, daya tarik, dan “aura” keberhasilan yang membuat publik terpesona, terlepas dari asal-usulnya.
Masyarakat kemudian menilai seseorang bukan dari moralitasnya, melainkan seberapa besar ia tampak berhasil secara material.

Budaya patronase dan ketimpangan sosial di Indonesia juga memperkuat fenomena ini. Di banyak daerah, orang kaya dianggap “orang kuat” yang pantas dihormati karena bisa membantu, menyumbang, atau memberi peluang. Dalam logika ini, uang menciptakan legitimasi sosial baru — bahkan menutupi dosa moral.

Krisis Nilai Non-Moneter

Menurut penelitian sosial Universitas Indonesia yang mengutip teori Simmel, modernisasi ekonomi telah membuat masyarakat semakin impersonal dan kalkulatif. Hubungan sosial yang dulu berbasis gotong-royong kini bergeser menjadi transaksional.
Bantuan, penghormatan, bahkan penghargaan sering dikaitkan dengan nilai uang. Akibatnya, nilai-nilai seperti kejujuran, kesetiaan, atau empati menjadi kabur diukur — tidak sebanding nilainya dalam “mata uang sosial”.

Di media dan dunia politik, hal ini tampak dari bagaimana tokoh-tokoh kaya mendapat ruang dan citra positif, sementara sosok sederhana yang jujur justru kerap dilupakan.

Refleksi: Ketika Uang Menjadi Tuhan Baru

Simmel pernah menulis bahwa uang memberi manusia kebebasan, tetapi juga menciptakan keterasingan — karena manusia akhirnya bekerja dan berjuang bukan untuk makna hidup, melainkan demi akumulasi angka di rekening.

Fenomena “pemujaan uang” di Indonesia, dari gaya hidup mewah hingga kultus pada orang kaya, menunjukkan gejala yang sama.
Kita menyembah alat, melupakan tujuan. Kita menghargai hasil, melupakan proses. Dan yang paling mengkhawatirkan — kita memaafkan korupsi seolah kekayaan bisa menebus dosa.

Pertanyaannya kini bukan lagi siapa yang punya uang, tetapi apa yang tersisa dari nilai kemanusiaan ketika uang menjadi ukuran segalanya.


Catatan Redaksi:
Tulisan ini terinspirasi dari gagasan Georg Simmel dalam The Philosophy of Money, dikaitkan dengan konteks sosial Indonesia masa kini berdasarkan telaah beberapa sumber akademik Universitas Indonesia dan publikasi sosiologi kontemporer.(Red)

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments