Pakta Pasca Unjuk Rasa Besar: Janji Perubahan, Tekanan Publik, dan Sorotan Dunia

Nasional12 Dilihat

Jakarta, Detikpos.id – Gelombang unjuk rasa besar-besaran yang melanda berbagai kota di Indonesia pada akhir Agustus hingga awal September 2025 telah meninggalkan jejak politik yang tidak biasa. Di tengah aksi yang kerap berujung ricuh, lahir sebuah “pakta integritas” di sejumlah daerah, berisi janji pejabat untuk menindaklanjuti tuntutan rakyat.

Di Pematangsiantar dan Simalungun misalnya, mahasiswa dan warga berhasil mendorong kepala daerah menandatangani dokumen berisi komitmen perbaikan pendidikan, kesejahteraan guru, hingga evaluasi pelayanan publik. Bagi banyak pihak, langkah ini menjadi simbol bahwa suara jalanan mampu menggerakkan meja birokrasi.

Namun di tingkat nasional, resonansinya jauh lebih luas. Kasus tewasnya Affan Kurniawan dalam insiden dengan aparat Brimob menjadi pemicu gelombang simpati dan kemarahan publik. Desakan akuntabilitas memaksa Kepolisian mengambil langkah tegas: beberapa perwira didemosi, bahkan ada yang dipecat. Sementara itu, DPR juga tertekan setelah sejumlah anggotanya menuai kecaman publik. Partai politik pun menonaktifkan beberapa nama populer, diiringi janji peninjauan kembali tunjangan wakil rakyat.

Bank Indonesia turut turun tangan. Gejolak politik memicu penurunan indeks saham dan melemahkan rupiah, sehingga bank sentral mengumumkan intervensi untuk menjaga stabilitas keuangan.

Pandangan Pengamat Nasional

Organisasi HAM dan akademisi hukum menilai pemerintah tidak boleh berhenti pada sanksi simbolis. Mereka menuntut investigasi independen yang transparan agar setiap pelanggaran hak asasi bisa diusut tuntas. Tokoh agama menyerukan introspeksi pejabat sekaligus mengingatkan masyarakat untuk menjaga aksi tetap damai.

“Pakta integritas memang langkah awal. Tetapi yang diuji adalah konsistensi, apakah janji itu diwujudkan atau hanya meredam situasi sesaat,” kata seorang pengamat politik di Jakarta.

Sorotan Internasional

Media asing menyoroti peristiwa Indonesia sebagai gambaran klasik “krisis kepercayaan” antara publik dan institusi negara. The Diplomat dan sejumlah kantor berita internasional menulis bahwa kasus ini menunjukkan rapuhnya legitimasi bila pemerintah tidak menanggapi aspirasi secara serius. Investor global pun mencatat adanya risiko jangka pendek bagi stabilitas ekonomi domestik.

Harapan ke Depan

Pakta pasca unjuk rasa mencerminkan satu pesan penting: rakyat ingin dilibatkan, bukan hanya didengar. Jika janji-janji tertulis benar-benar diwujudkan, momentum ini bisa menjadi titik balik bagi reformasi pelayanan publik, akuntabilitas politik, dan budaya hukum yang lebih sehat.

Sebaliknya, bila janji dikhianati, sejarah menunjukkan bahwa jalanan bisa kembali ramai dengan suara rakyat. Dunia kini menanti, apakah Indonesia mampu menjadikan protes besar ini sebagai pelajaran, atau sekadar episode dalam siklus politik yang berulang.(Red)

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments