Sengketa Pabrik di Jatake Berlanjut, Kuasa Hukum Investor Jepang Laporkan PT Paragon

Nasional164 Dilihat

detikpos.id || Tangerang, 15 Maret 2025 – Sengketa kepemilikan pabrik di Jatake, Tangerang, kembali berlanjut setelah kuasa hukum Akira Takei, Ujang Wartono, S.H., M.H., melaporkan PT Paragon ke Polres Tangerang Kota. Laporan ini diajukan atas dugaan tindak pidana, termasuk pengrusakan, pemalsuan dokumen, pendudukan lahan tanpa izin, serta penipuan.

Menurut Ujang, kliennya, Akira Takei, telah memenangkan gugatan atas kepemilikan pabrik tersebut melalui putusan Mahkamah Agung. “Kami menilai ada perbuatan melawan hukum dalam eksekusi ini. Pabrik tersebut telah diputuskan sebagai milik Akira Takei dan seharusnya masuk dalam proses lelang,” ujar Ujang usai menyerahkan laporan ke kepolisian.

Ujang menyertakan sejumlah bukti dalam laporannya, termasuk surat kuasa dari Akira Takei dan dokumen resmi Mahkamah Agung, yang mencantumkan putusan No. 3295 K/PDT/1996. Menurutnya, putusan tersebut mengharuskan aset perusahaan dilelang untuk mengembalikan kerugian kliennya.

Namun, eksekusi tersebut terhambat setelah Cristianto Noviadji Jhohan alias Cris mengklaim kepemilikan pabrik. Cris sebelumnya kalah dalam gugatan perlawanan di Pengadilan Negeri Tangerang pada 2018 berdasarkan putusan No. 341/Pdt.Plw/2017/PN.Tng.

Pada tahun 2019, pabrik tersebut dikabarkan beralih kepemilikan ke PT Paragon, yang mengklaim telah membelinya dari Cris. Ujang mempertanyakan legalitas transaksi ini, mengingat putusan Mahkamah Agung menyebutkan aset tersebut harus dilelang.

Dugaan Pemalsuan dan Penyalahgunaan Aset

Selain mempertanyakan status kepemilikan, Ujang juga menduga adanya pemalsuan dokumen terkait pabrik tersebut. Salah satu yang ia soroti adalah perubahan status tanah dari Sertifikat Hak Milik (SHM) menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) pada tahun 2019, setelah Cris dinyatakan kalah dalam sengketa hukum.

“Kami menduga ada indikasi pemalsuan dokumen dalam perubahan status tanah ini,” katanya.

Ujang juga menuding PT Paragon telah menggunakan pabrik tersebut secara ilegal. “Saat ini, pabrik digunakan untuk aktivitas operasional, termasuk penyimpanan barang dan kegiatan karyawan. Padahal, kepemilikannya masih dalam sengketa,” ujarnya.

Respons Pihak PT Paragon

Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Paragon belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan yang diajukan oleh kuasa hukum Akira Takei. Namun, dalam beberapa kesempatan sebelumnya, pihak Paragon mengklaim bahwa mereka memiliki dasar hukum yang sah atas kepemilikan pabrik tersebut.

Seorang perwakilan perusahaan yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa pembelian aset dari Cris telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. “Kami memiliki dokumen yang sah terkait transaksi ini. Jika ada pihak yang merasa keberatan, silakan menempuh jalur hukum,” ujarnya singkat.

Dampak terhadap Iklim Investasi

Kasus ini dinilai berdampak pada iklim investasi di Indonesia, terutama bagi investor asing. Ujang menilai lambannya eksekusi hukum dalam perkara ini dapat menciptakan ketidakpastian bagi dunia usaha.

“Jika proses hukum tidak berjalan dengan tegas, maka investor akan berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia,” kata Ujang.

Ia berharap pemerintah dan aparat penegak hukum dapat bertindak adil dan profesional dalam menyelesaikan kasus ini, sehingga kepastian hukum dapat ditegakkan.

Latar Belakang Sengketa

Sengketa ini bermula pada tahun 1990, ketika Akira Takei, seorang pengusaha asal Jepang, membeli lahan seluas 4,2 hektar di Jatake, Tangerang, untuk mendirikan perusahaan kayu. Sebagai warga negara asing, kepemilikan tanah atas nama perusahaannya diwakili oleh para direktur yang ditunjuknya.

Namun, bisnis tersebut mengalami kesulitan keuangan dalam waktu singkat. Para direktur kemudian meminjam dana tambahan sebesar Rp31 miliar, yang juga berasal dari Akira Takei sendiri. Meskipun mendapatkan suntikan modal, perusahaan tetap merugi hingga akhirnya terjadi konflik internal.

Akira Takei menggugat para direktur di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan memenangkan perkara. Putusan pengadilan menyebutkan bahwa aset perusahaan, termasuk pabrik, harus dikembalikan kepada Takei dan masuk dalam daftar sita eksekusi.

Namun, eksekusi aset tersebut terhambat oleh klaim dari Cris, yang akhirnya kalah dalam gugatan perlawanan pada 2018. Meski demikian, pada 2019, pabrik tersebut justru beralih kepemilikan ke PT Paragon, yang diklaim membelinya dari Cris.

Dengan laporan yang telah diajukan ke kepolisian, Ujang berharap kasus ini segera mendapatkan kepastian hukum. “Kami ingin keadilan ditegakkan, agar hukum tidak hanya berpihak kepada mereka yang memiliki kekuatan finansial,” pungkasnya.(Red) Editor : AR

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments