*TRCPPA Indonesia Desak Polres Lampung Selatan Percepat Proses Hukum Kasus Kekerasan Seksual Anak di Babatan Katibung dan Telusuri Dugaan Ada Korban Lain*
Detikpos.id, Lampung Selatan – Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRCPPA) Indonesia angkat suara terkait lambannya penanganan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di Dusun Sukadamai, Desa Babatan, Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung Selatan. Kasus yang dilaporkan dengan Nomor: LP/B/II/367/VIII/2025/SPKT/POLRES LAMSEL/POLDA LAMPUNG tanggal 25 Agustus 2025 itu kini menjadi sorotan serius, karena menyangkut hak dan masa depan korban anak di bawah umur.
Wakil Koordinator Nasional TRCPPA Indonesia, Muhammad Gufron, dengan tegas meminta Polres Lampung Selatan beserta Unit PPA dan UPTD PPA Kabupaten Lampung Selatan untuk mempercepat proses pidana serta tidak berhenti pada satu laporan korban saja. “Kami menilai, kasus ini bukan perkara tunggal. Fenomena kekerasan seksual terhadap anak seringkali seperti gunung es – hanya segelintir korban yang berani melapor, sementara pelaku bisa saja melakukan bujuk rayu, tipu daya, dan kekerasan terhadap anak-anak lain di lingkungannya,” ujar Gufron, Jumat (19/9).
Trauma dan Ancaman Masa Depan Anak
Gufron menyoroti bahwa dampak kekerasan seksual terhadap anak tidak hanya fisik, tetapi juga psikologis. Korban rentan mengalami trauma berkepanjangan, depresi, hingga terganggunya tumbuh kembang. “Jika pemulihan tidak segera dilakukan, korban akan menghadapi konsekuensi seumur hidup. Lebih dari itu, jika pelaku tidak diproses secara tuntas, ada ancaman nyata bagi anak-anak lain di sekitarnya,” tegasnya.
Desakan kepada Polri dan Direktorat PPA-PPO
TRCPPA Indonesia juga mendorong Direktorat Tindak Pidana PPA-PPO Bareskrim Polri di bawah pimpinan Brigjen Pol Nurul Azizah untuk turun langsung memberikan asistensi hukum. Menurut Gufron, pembentukan Direktorat PPA-PPO adalah komitmen Kapolri untuk mewujudkan keadilan bagi perempuan, anak, dan kelompok rentan. Namun kenyataan di lapangan masih jauh dari ideal.
“Masih ada penyidik yang abai mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak dalam pemeriksaan. Ini harus dibenahi segera. Penyidik PPA di tingkat Polda dan Polres, khususnya di Lampung Selatan, harus profesional, transparan, dan mengutamakan kepentingan anak dalam setiap tahap penyidikan,” tegasnya.
Seruan Kolaborasi Penegak Hukum dan Stakeholder
Lebih lanjut, Gufron menegaskan bahwa perjuangan untuk keadilan anak tidak cukup berhenti di Mabes Polri, tetapi harus menyentuh hingga ke level Polda, Polres, bahkan desa. “Kepolisian, kejaksaan, pengadilan, hingga stakeholder perlindungan anak wajib bersinergi. Kita tidak boleh membiarkan kasus-kasus kekerasan seksual anak ditangani secara setengah hati. Hukum harus berpihak kepada korban, bukan malah melukai mereka lagi,” ungkapnya.
TRCPPA Indonesia meminta kepolisian, aparat penegak hukum, dan lembaga perlindungan anak di seluruh jenjang segera melakukan:
1. Percepatan proses pidana atas laporan korban di Babatan Katibung.
2. Penelusuran kemungkinan adanya korban lain dari pelaku yang sama.
3. Pemeriksaan dengan pendekatan ramah anak tanpa menambah trauma korban.
4. Pemulihan psikologis agar korban dan keluarga mendapatkan keadilan dan ketenangan.
5. Asistensi dan pengawasan langsung dari Mabes Polri dan Bareskrim agar proses berjalan jujur, transparan, dan profesional.
Tegaskan Komitmen Nasional
“Percepatan pidana terhadap pelaku kekerasan seksual anak adalah wujud kepedulian nyata. Jangan sampai komitmen Kapolri dalam pembentukan Direktorat PPA-PPO hanya berhenti di atas kertas. Kita butuh kerja nyata, integritas, dan transparansi untuk melindungi anak-anak kita,” pungkas Gufron.
Pewarta: Nurfya






