Detikpos.id, Lampung Timur — Proses hukum dugaan penganiayaan terhadap seorang penyandang disabilitas tuna wicara bernama Fifi Dewi Lestari, warga Desa Mandala Sari, Kecamatan Mataram Baru, Lampung Timur, kini dipertanyakan publik. Pasalnya, laporan yang telah didaftarkan di Polres Lampung Timur sejak 20 Agustus 2024 dengan nomor LP/B/177/VIII/2024/SPKT/POLRES LAMPUNG TIMUR/POLDA LAMPUNG, hingga kini belum memberikan kepastian hukum yang jelas, Sabtu (20/06/2025).
Pelapor dalam kasus ini adalah Anggi Kurniawan, kakak kandung korban. Ia menyatakan bahwa korban diduga dianiaya oleh seorang warga berinisial KATNI saat korban berada di kolam ikan milik terlapor. Akibat penganiayaan tersebut, korban mengalami luka dan sempat dirawat selama dua hari di rumah sakit.
Setelah beberapa bulan, penanganan kasus dilimpahkan ke Polsek Mataram Baru. Dua Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) tertanggal 8 November 2024 dan 9 Desember 2024, serta SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) juga telah diterbitkan, menyatakan bahwa perkara telah naik ke tahap penyidikan.
Namun, yang memicu kekecewaan mendalam dari pihak keluarga korban, khususnya sang paman Tri Kusmanto, adalah perubahan pasal yang dikenakan. Pasal 351 KUHP yang sebelumnya tertulis dalam STPL berubah menjadi Pasal 352 KUHP dalam dokumen penyidikan, yang dianggap tidak relevan dengan kondisi luka yang diderita korban.
“Keponakan saya itu tuna wicara, tidak bisa membela diri, sudah dirawat dua hari, dan sampai sekarang masih mengeluh sakit. Tapi kenapa pasalnya diringankan? Ini jelas mengecewakan,” ujar Tri dengan nada tegas.
Penjelasan Kanit Reskrim: Berdasarkan Hasil Gelar Perkara
Saat dikonfirmasi di Mapolsek Mataram Baru, Kapolsek AKP Rudy Apriyanto, S.Pd, tidak berada di tempat karena sedang dalam kegiatan luar. Namun, tim Jurnalis berhasil menemui KA SPKT Polsek Mataram Baru, Aipda Mujarot Panji. A, yang kemudian menghubungi Kanit Reskrim IPDA Suhardi menggunakan telepon miliknya.
Melalui sambungan tersebut, IPDA Suhardi menjelaskan bahwa perubahan pasal dilakukan berdasarkan hasil gelar perkara.“
Terkait timbulnya Pasal 352 KUHP, penanganannya sudah melalui gelar perkara. Kami sudah meminta keterangan dokter, dan berdasarkan itu, ditetapkanlah Pasal 352. Kami juga sudah ajukan SPDP,” terang Suhardi.
Namun, lanjutnya, proses penyidikan saat ini terkendala karena saksi pelapor berada di luar daerah, tepatnya di Bandung, sehingga proses pemeriksaan lanjutan belum dapat dilakukan.“
Kami ingin melanjutkan proses perkara ini, tapi saksi pelapor ada di Jawa dan belum pulang. Itu jadi kendala utama kami saat ini,” imbuhnya.
Katni selaku terlapor ketika dikonfirmasi di kediamannya tidak bersedia diwawancarai.
Harapan Keluarga: Keadilan Harus Ditegakkan
Keluarga korban menegaskan bahwa kondisi korban yang merupakan penyandang disabilitas seharusnya menjadi pertimbangan utama aparat penegak hukum untuk lebih sigap dan adil dalam menangani kasus ini.
“Kami berharap aparat penegak hukum dapat menindaklanjuti kasus ini sesegera mungkin. Jangan sampai kasus ini tenggelam begitu saja. Ini sudah hampir setahun, dan korban masih menanggung luka,” tegas Tri Kusmanto. (Tim)
Pewarta: Nurfya